Sabtu, 21 April 2012

Fagosit (Sistem Kekebalan)


Fagosit
Sel yang termasuk fagosit (sel pemakan) misalnya makrofag, neutrofil, dan eosinofil. Makrofag berasal dari monosit yang termasuk dalam sel darah putih. Eosinofil merupakan fegosit yang lemah tetapi berperan penting dalam pertahanan tubuh, gunanya untuk melawan cacing parasit.

Mekanisme fagositosis

Sel yang dirusak oleh mikroba akan menghasilkan senyawa kimiawi yang berfungsi “memanggil” neutrofil. Neutrofil mendatangi sel-sel yang rusak dan masukke jaringan yang terinfeksi. Caranya, neutrofil akan keluar dari pembulu darang dengan menembus dinding kapiler, neutrofil akan menelan dan menghancurkan mikroba tersebut. Satu neutrofil mampu memafagosit 5-20 bakteri.
Fagositosis

Fagositosis
Saat neutrofil melawan benda asing monosit menyusul mendatangani daerah luka. Monosit merupakan sel yang belum masak dan kurang bersifat fagosit. Dalam waktu 12 jam setelah monosit meninggalkan pembulu darah dan menuju jaringan luka, monosit akan membesar dan menghasilkan banyak lisosom. Lilosom akan berkembang menjadi makrofag. Makrofag akan menggantikan fungsi neutrofil dalam melawan benda asing. Makrofag mampu memfagosit 100 bakteri dengan cara menempel menggunakan kaki pseudopodiumnya kemudian merusak bakteri. 

Jumat, 20 April 2012

Leukosit (Sel Darah Putih)

Eritrosit dan Leukosi
 Leukosit (sel darah putih)

Terdapat enam leukosit dalam darah, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit, dan sel plasma. Sel darah putih yang memiliki granula-granula atau yang disebut granulosit adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sedangkan limfosit dan monosit disebut agranulosit (tidak bergranula).

Sebagian leukosit dibentk dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan limfosit) dan sebagian lagi dalam jaringan limfa (limfosit dan sel plasma). Bahan-bahan yang diperlukan untuk memebuat leukosit adalah vitamin dan asam amino seperti halnya sel-sel lainnya.

Orang dewasa memiliki leukosit sekitar 4.800 – 10.800 leukosit per mililiter kubik darah, yang terdiri dari 62% neutrofil, 2,3% eusinofil, 0,4% basifil, 5,3% monosit, 30% limfosit. Masa hidup leukosit berbeda-beda granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil) sekitar 12 jam, monosit sulit diketahui karena selalu mengembara dalam tubuh, tapi diduga beberapa minggu atau bulan, limfosit umumnya bertahan 100 -300 hari.
Leukosit
Secara umum manfaat leukosit adalah untuk membantu pertahannan tubuh terhadap infeksi yang masuk . leukosit bergerak ameboid dan bersifat fagositik (memangsa). 




Cari tau lebih banya tentang artikel yang lain.!!!!


Eritrosit (Sel Darah Merah)
Fagositik dalam leukosit
Pembulu darah















Minggu, 15 April 2012

Eritrosit (Sel Darah Merah)


Eritrosit (sel darah merah)

Ciri dan fungsi

Eritrosit mamalia tidak berinti jadi tidak memiliki DNA. Eritrosit mamalia berbentuk bikonkaf, yakni bentuk cakram dengan bagian tengah agak gepeng. Bentuk ini mengoptimalkan pertukaran oksigen. Warna eritrosit tergantung hemoglobin. Fungsi hemoglobin adalah membantu eritrosit mengikat oksigen. Jika hemoglobin mengikat oksigen, maka eritrosit berwarnah merah, dan jika oksigen dilepaskan oleh hemoglobin  maka eritrosit berwarna merah kebiruan.

Kadar hemoglobin (Hb) dalam darah seseorang bervariasi, tergantung jenis kelamin dan umur seseorang. Pada kondisi normal Hb laki-laki dewsa 13-18 gram per 100 ml (g/ml). Kadar Hb wanita dewasa adalah 12-16 (g/ml), sedangkan pada bayi adalah 14-20 (g/ml) darah.

Eritrosit juga mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida (CO₂) dan air, karena eritrosit mengandung karbonat anhidrase dalam jumlah besar. Reaksi ini memungkinkan darah bereaksi dengan CO₂ dan mengangkutnya dari jaringan ke paru-paru.



Jumlah eritrosit juga bervariasi, tergantung jenis kelamin , usia , dan ketinggian tempat tinggal seseorang. Jumlah eritrosit pada laki-laki normal 5,1-5,8 juta per mililiter kubik darah dan pada wanita normal 4,3-5,2 juta per mililiter kubik darah. Orang yang hidup di dataran tinggi cenderung memiliki eritrosit yang lebih banyak. Eritrosit dapat berkurang lebih banyak karena ada luka yang mengeluarkan darah banyak dan penyakit anemia. Aktivitas seseorag akan berpengaruh pada peredaran darah sehingga oksigen yang dilepas akan berbeda-beda untuk setiap orang (Marieb 2004; Solomon at al. 2005).

Pembentukan eritrosit

Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Pada beberapa minggu kehidupan embrio di dalam kandungan, eritrosit dihasilkan dari kantong kuning telur. Beberapa bulan kemudian, pembentukan eritrosit terjadi di hati, limfa, dan kelenjar limfa. Setelah bayi lahir eritrosit di bentuk oleh sumsum tulang. Produksi eritrosit distimulasi oleh hormon eritropoietin. Kira-kira di usia 20 tahun, sumsum bagian proksimal tulang panjang sudah tidak lagi berproduksi. Sebagian besar eritrosit di hasilkan dari sumsum tulang membranosa ( tulang belakang, dada, rusuk, dan panggul). Dengan meningkatnya usia, sumsum tulang menjadi kurang produktif.

Cari tau lagi artikel yang lainnya!!

Leukosit (Sel Darah Putih)
Pembulu darah

Senin, 09 April 2012

Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengelolaan Kelas


Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengelolaan Kelas

Faktor-Faktor Pendukung
Menurut Nawawi (1989: 116) faktor yang mendukung pengelolaan kelas antara lain:

a.       Kurikulum
Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari sejumlah ilmu pengetahuan. Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat murid mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan.

Sekolah dan kelas diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak yang tidak hanya harus didewasakan dari segi intelektualitasnya saja, akan tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya. Untuk itu bagi setiap tingkat dan jenis sekolah diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap aktifitas kelas dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang berdaya guna bagi pembentukan pribadi siswa.

Sekolah yang kurikulumnya dirancang secara tradisional akan mengakibatkan aktifitas kelas akan berlangsung secara statis. Sedangkan sekolah yang diselenggarakan dengan kurikulum modern pada dasarnya akan mampu menyelenggarakan kelas yang bersifat dinamis.

Kedua kurikulum di atas kurang serasi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki pandangan hidup Pancasila. Di satu pihak kurikulum tradisional yang berpusat pada guru akan diwarnai dengan sikap otoriter yang mematikan inisiatif dan kreatifitas murid. Di pihak lain kurikulum modern yang menekankan kebebasan atas dasar demokrasi liberal sehingga tidak memungkinkan diselenggarakan secara efektif kegiatan belajar secara klasikal untuk pengembangan pribadi sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengintregasikan kedua kurikulum tersebut dalam kehidupan lembaga formal di Indonesia agar serasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat. Kurikulum harus dirancangkan sebagai pengalaman edukatif yang menjadi tanggung jawab sekolah dalam membantu anak-anak mencapai tujuan pendidikannya, yang diselenggarakan secara berencana, sistematik, dan terarah serta terorganisir.

b.      Gedung dan Sarana Kelas
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan luas setiap ruangan, letak dan dekorasinya yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Akan tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah sedang ruangan atau gedung bersifat permanen, maka diperlukan kreatifitas dalam mengatur pendayagunaan ruang/gedung.

Sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional pengaturan ruangan bersifat sederhana karena kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di kelas yang tetap untuk sejumlah murid yang sama tingkatannya. Sekolah yang mempergunakan kurikulum modern, ruangan kelas diatur menurut jenis kegiatan berdasarkan program-progam yang telah dikelompokkan secara integrated. Sedangkan sekolah yang mempergunakan kurikulum gabungan pada umumnya ruangan kelas masih diatur menurut keperluan kelompok murid sebagai suatu kesatuan menurut jenjang dan pengelompokan kelas secara permanen (Rohani dan Ahmadi, 1991: 140).

c.       Guru
Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid dalam suatu kelas. Guru adalah seseorang yang ditugasi mengajar sepenuhnya tanpa campur tangan orang lain (Rusyan, 1991: 135).

Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-hari di kelas dan di masyarakat. Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik profesional, selalu terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidikan. Persiapan yang harus diikuti, sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (Nawawi, 1989: 121).

d.      Murid
Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, dan secara psikologis dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khususnya berupa sekolah. Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis.
Setiap murid memiliki perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas. Perasaan diterima itu akan menentukan sikap bertanggung jawab terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing (Nawawi, 1989: 125-127).

e.       Dinamika Kelas
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh setiap guru kelas untuk kepentingan murid dalam proses kependidikannya. Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas yang diliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui kreativitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok. Untuk itu setiap wali atau guru kelas harus berusaha menyalurkan berbagai saran, pendapat, gagasan, keterampilan, potensi dan energi yang dimiliki murid menjadi kegiatan-kegiatan yang berguna.

Dengan demikian kelas tidak akan berlangsung secara statis, rutin dan membosankan. Kreativitas dan inisiatif yang baik perwujudannya tidak sekedar terbatas didalam kelas sendiri, tetapi mungkin pula dilaksanakan bersama kelas-kelas yang lain atau oleh seluruh kelas. Setiap kelas harus dilihat dari dua segi. Pertama, kelas sebagai satu unit atau satu kesatuan utuh yang dapat mewujudkan kegiatan berdasarkan program masing-masing. Kedua, kelas merupakan unit yang menjadi bagian dari sekolah sebagai suatu organisasi kerja atau sebagai subsistem dari satu total sistem. Kedua sudut pandang itu harus sejalan dalam arti semua kegiatan kelas yang dapat ditingkatkan menjadi kegiatan sekolah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi semua murid (Nawawi, 1989:130).

Faktor-Faktor Pengambat
Selain faktor pendukung tentu juga ada faktor penghambatnya. Dalam pelaksanaan pengelolaan kelas akan ditemui berbagai faktor penghambat. Hambatan tersebut bisa datang dari guru sendiri, dari peserta didik, lingkungan keluarga ataupun karena faktor fasilitas (Nawawi, 1989: 130).

a.       Guru
Guru sebagai seorang pendidik, tentunya ia juga mempunyai banyak kekurangan. Kekurangan-kekurangan itu bisa menjadi penyebab terhambatnya kreativitas pada diri guru tersebut. Diantara hambatan itu ialah
·         Tipe kepemimpinan guru
Tipe kepemimpinan guru (dalam mengelola proses belajar mengajar) yang otoriter dan kurang demokratis akan menimbulkan sikap pasif peserta didik. Sikap peserta didik ini akan merupakan sumber masalah pengelolaan kelas (Rohani dan Ahmadi, 1991: 151).
Siswa hanya duduk rapi mendengarkan, dan berusaha memahami kaidah-kaidah pelajaran yang diberikan guru tanpa diberikan kesempatan untuk berinisiatif dan mengembangkan kreatifitas dan daya nalarnya (Masnur dkk, 1987:109).

·         Gaya guru yang monoton
Gaya guru yang monoton akan menimbulkan kebosanan bagi peserta didik, baik berupa ucapan ketika menerangkan pelajaran ataupun tindakan. Ucapan guru dapat mempengaruhi motivasi siswa . Misalnya setiap guru menggunakan metode ceramah dalam mengajarnya, suaranya terdengar datar, lemah, dan tidak diiringi dengan gerak motorik/mimik. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kebosanan belajar.

·         Kepribadian guru
Seorang guru yang berhasil, dituntut untuk bersifat hangat, adil, obyektif dan bersifat fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Artinya guru menciptakan suasana akrab dengan anak didik dengan selalu menunjukkan antusias pada tugas serta pada kreativitas semua anak didik tanpa pandang bulu.

·         Pengetahuan guru
Terbatasnya pengetahuan guru terutama masalah pengelolaan dan pendekatan pengelolaan, baik yang sifatnya teoritis maupun pengalaman praktis, sudah barang tentu akan mengahambat perwujudan pengelolaan kelas dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pengetahuan guru tentang pengelolaan kelas sangat diperlukan (Wijaya dan Rusyan, 1994: 136).

·         Pemahaman guru tentang peserta didik
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya. Karena pengelolaan pusat belajar harus disesuaikan dengan minat, perhatian, dan bakat para siswa, maka siswa yang memahami pelajaran secara cepat, rata-rata, dan lamban memerlukan pengelolaan secara khusus menurut kemampuannya. Semua hal di atas memberi petunjuk kepada guru bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan pemahaman awal tentang perbedaan siswa satu sama lain (Wijaya dan Rusyan, 1994: 136).

b.      Peserta didik
Peserta didik dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang individu dalam suatu masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Mereka harus tahu hak-haknya sebagai bagian dari satu kesatuan masyarakat disamping mereka juga harus tahu akan kewajibannya dan keharusan menghormati hak-hak orang lain dan teman-teman sekelasnya.
Kekurangsadaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas atau suatu sekolah dapat merupakan faktor utama penyebab hambatan pengelolaan kelas. Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari peserta didik akan hak serta kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

c.       Keluarga
Tingkah laku peserta didik di dalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif dan apatis. Problem klasik yang dihadapi guru memang banyak berasal dari lingkungan keluarga. Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau terlampau terkekang merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar di kelas.

d.      Fasilitas
Fasilitas yang ada merupakan faktor penting upaya guru memaksimalkan programnya, fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi kendala yang berarti bagi seorang guru dalam beraktivitas. Kendala tersebut ialah :
·         Jumlah peserta didik di dalam kelas yang sangat banyak
·         Besar atau kecilnya suatu ruangan kelas yang tidak sebanding dengan jumlah siswa
·         Keterbatasan alat penunjang mata pelajaran (Rohani dan Ahmadi, 1992: 152-154).

Pengertian Pengelolaan Kelas

Pengertian Pengelolaan Kelas

Pengelolaan  kelas dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai Classroom Management, itu berarti istilah pengelolaan identik dengan manajemen.Pengertian pengelolaan atau manajemen pada umumnya yaitu kegiatan-kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian.

Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan guru dalam upaya menciptakan kondisi kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan guru dalam menciptakan kondisi kelas adalah melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal  antara guru-siswa secara timbal balik dan efektif, selain melakukan perencanaan/persiapan mengajar.

perencanaan/persiapan mengajar. Ada 3 hal yang akan mengoptimalisasikan pengelolaan kelas antara lain:
1.      pendekatan modifikasi perilaku: mengupayakan perubahan perilaku yang positif pada siswa
2.      pendekatan iklim sosio-emosional : menjalin hubungan yang positif antara guru-siswa
3.      pendekatan sistem proses kelompok/dinamika kelompok :  meningkatkan dan memelihara kelompok kelas yang efektif dan produktif.

Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek siswa, orang menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Guru dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu merencanakan dan menentukan pengelolaan kelas yang bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi kemampuan belajar siswa serta materi pelajaran yang akan diajarkan di kelas tersebut.

Pengelolaan Kelas Yang Dinamis

Dalam pengelolaan kelas ada dua subjek yang memegang peranan yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengelola, sebagai pemimpin mempunyai peranan yang lebih dominan dari siswa. Motivasi kerja guru dan gaya kepemimpinan guru merupakan komponen yang akan ikut menentukan sejauhmana keberhasilan guru dalam mengelola kelas.

Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dorongan ini muncul dikarenakan adanya kebutuhan.

Motivasi guru menjadi dasar pertama untuk keberhasilan guru dalam mengelola kelas. Guru yang puas dengan apa yang diperoleh atau apa yang dapat dicapai dari hasil dan lingkungan kerja akan dapat berperan banyak dibandingkan dengan guru yang memiliki motivasi rendah.

Pengelolaan kelas akan menjadi dinamis untuk dilakukan apabila guru memiliki motivasi kerja yang tinggi, dan guru mengetahui bahwa gaya kepemimpinan situasional akan sangat bermanfaat bagi guru dalam melakukan tugas mengajarnya.  Pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari motivasi kerja guru, karena dengan motivasi kerja guru ini akan terlihat sejauhmana motif dan motivasi guru untuk melakukan pengelolaan kelas, sedangkan dengan gaya kepemimpinan guru yang tepat yang digunakan dalam pengelolaan kelas akan mengoptimalkan dan memaksimalkan keberhasilan pengelolaan kelas tersebut.
Seorang wali atau guru kelas harus mampu menetapkan pilihan yang tepat dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan pengelolaan kelas yang dinamis. Beberapa pendekatan yang dilakukan guru dalam mengelolah kelas antara
  1. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behaviorisme)
  2. Pendekatan berdasarkan suasana emosi dan hubungan sosial (sosio emosional climate approach)
  3. Pendekatan berdasarkan proses kelompok (group process approach)
  4. Pendekatan electis (electic approach)

Keberhasilan pengelolaan kelas bergantung pada motivasi guru, artinya guru yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat mengelola kelas dengan baik dan tepat. Mengelola kelas itu sendiri bukanlah tujuan utama dari setiap guru, akan tetapi apabila guru dapat mengelola kelas dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar-nya akan berjalan baik dan siswa-siswa-nya akan berprestasi tinggi. Mengelola kelas merupakan sarana/alat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan belajar mengajar. Tujuan guru pada dasarnya adalah bagaimana guru dapat mentransfer materi pelajaran dengan baik, sehingga siswa dapat mengerti dan menerima materi pelajaran yang diajarkan.

Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan akan menentukan sejauhmana efektivitas kepemimpinan, karena seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, akan dapat mengoptimalkan dan memaksimalkan kepemimpinannya. Para pakar manajemen mendekati konsep efektivitas kepemimpinan dari segi sikap perilaku pemimpin, dengan anggapan bahwa kemampuan untuk membangkitkan, menggerakkan, dan mengarahkan orangorang yang dipimpin, agar mengikuti kemauan pemimpinnya tergantung pada gaya kepemimpinan dari pemimpin tersebut (Didi B. Djajamihardja dkk. 1994 : 32). 

Lebih lanjut dikemukakan bahwa gaya kepemimpian yang berdasarkan pada kewenangan yang dimiliki seorang pemimpin dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : 1) Gaya kepemimpinan autokratik (otoriter), 2) Gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif, dan 3) Gaya kepemimpinan bebas ( laissez faire atau free rein) (Didi B. Djajamihardja dkk. 1994 : 32; Winkel, 1987 : 117; Owens, 1981 : 149).
Para ahli menyatakan bahwa tidak ada satu gaya pun yang paling tepat yang dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam berbagai situasi yang berbeda. Pendekatan situasional merupakan alternatif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berbeda-beda. Kepemimpinan situasional menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku.